Jumat, 07 Desember 2007

Cerita masyarakat kecil

Setiap minggu saya selalu mendampingi istri pergi ke pasar, memang hobi saya kerjanya selalu ingin tahu. Di luar pasar banyak orang menjual berbagai makanan siap santap, tetapi kadang-kadang para penjual sering kena razia pedagang kali lima alias trantip. Terlihat pada saat tertentu di luar pasar bersih tidak ada satupun penjual ,tetapi selang beberapa hari terlihat penuh para penjual makanan siap santap seperti bubur sumsum, bubur ayam, nasi rames, soto, mie dll seperti tumbuhnya cendawan di musim hujan. Salah satu bidikan saya kebetulan kakak nitip di belikan mie kampung. Sambil membeli saya iseng-iseng bertanya mas sejak kapan jualan mie ? Masnya menjawab sudah lama kira-kira 1 tahun lebih. Gerobaknya milik sendiri? oh tidak ini semua saya tinggal pakai, pemiliknya tinggal di kelapa gading namanya Bapak Sudiran. Modal yang diperlukan berapa ? tidak perlu modal, terus yang diperlukan apa? yang penting katanya ada kemauan dan kejujuran. Sambil pesan 2 bungkus mie , saya mengorek informasi, dari keterangan mas penjual mie bosnya yang tinggal di kelapa gading asli Solo memiliki 30 gerobak. Pak Sudiran pagi-pagi jam 5 sudah keliling untuk menyuplai mie ke 30 gerobaknya yang ada di kelapa gading 27 buah, dan yang di wilayah sunter ada 3 buah gerobak. Pesanan mie hampir selesai, pertanyaan saya agak sensitif mas kalau boleh tahu berapa penghasilan dalam satu hari? Masnya menjawab kurang lebih dalam satu hari yang harus di setor 60 ribu, terus berapa yang bisa dibawa pulang? kurang lebih 80 ribu. Kata mas penjual mie namanya Abdul Rozak biasanya uang setoran di ambil tiap minggu oleh bosnya yang keliling mengambil uang setoran. Sebelum pulang mas penjual mie sedikit cerita ke saya ,pernah pagi-pagi mie sudah di kirim tinggal di jual tiba-tiba banjir mengelilingi pasar. Saya bertanya terus mienya dikemanakan? boleh dikembalikan lagi ke Pak Bos? tinggal Hp saja katanya. Dengan muka agak sedih mas penjual mie ngomong kalau sebentar lagi, akan ada penertiban semua pedangan dilarang berjualan di pagar pasar. Sambil membawa dua bungkus 2 mie saya ngomong ijin saja sama yang punya rumah di seberang jalan itu supaya tenang, oh ya kemarin sudah ngomong dan diijinkan sama pemiliknya,tapi nggak tahu oleh pak Rt boleh atau tidak? Sambil pulang jalan kaki saya membayangkan kalau satu hari 60 ribu di setor untuk tiap 1 gerobak berapa pendapatan dalam 1 minggu untuk 30 gerobak ya silahkan hitung sendiri, kalau rata-rata tiap hari dibawa pulang 80 ribu berapa pendapatan dalam 1 minggu hitung sendiri lagi. Semua kegiatan usaha selalu ada resikonya yang tidak punya izin atau jualan tidak pada tempatnya akan digusur trantip. Demikian juga yang memiliki ijin usaha resmi sama juga berisiko, kalau tidak bisa mengelola dengan baik juga akan bangkrut . Idealnya sih memiliki surat ijin usaha tapi kalau bagi masyarakat kecil boro-boro mengurus ijin yang terpenting dapur tetap ngebul, tidak nyusahin keluarga, syukur-syukur bisa menciptakan lapangan pekerjaan buat orang lain. Modalnya cukup kemauan dan kejujuran, ada kemauan selalu ada jalan, apalagi hidup di Jakarte kata bang Ben

Tidak ada komentar: